Tranformasi Budaya Lokal VS Modernisasi (Studi Literasi
Dikalangan Gen Z)
Rifqi Ihza Saputra
Pada era modernisasi, budaya-budaya tradisional semakin luntur dengan
keberadaan budaya asing seiring dengan masifnya arus globalisasi. Fenomena ini,
tidak bisa kita hindari, karena ingin ataupun tidak ingin, suka maupun tidak suka,
kita harus bisa menerima sebuah kenyataan ini. Globalisasi memberikan berbagai
pengaruh di berbagai sendi kehidupan dan menjadi sebuah obat yang mampu
menyembuhkan penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan,
kebekuan, dan ketertinggalan terhadap sikap dan mentalitas sebagai masyarakat
untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan pada masa yang berlaku saat ini.
Modernisasi adalah suatu perubahan yang pada mulanya kurang
berkembang menjadi lebih maju sesuai dengan tuntutan zaman atau masa kini.
Proses modernisasi yang dialami oleh negara-negara berkembang, yaitu proses
transformasi dari masyarakat tradisional (pramodern) menuju masyarakat yang
lebih maju (modern). Dalam teori modernisasi berfokus pada cara masyarakat
pramodern bertransformasi menjadi masyarakat modern, seperti perubahan nilai
sosial, norma sosial, pola perilaku yang berhubungan dengan sosial, susunan
lembaga di masyarakat, dan segala aspek kehidupan sosial. Sistem teknologi,
ekonomi, sosial dan politik yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara
pada abad ke-17 sampai abad ke-19, dan juga terjadi di Amerika Selatan, Asia,
dan Afrika pada abad ke-19 dan abad ke-20 memengaruhi proses transformasi
tersebut.
Adapun ciri-ciri yang mendasari sebuah negara telah mengalami
modernisasi, yaitu adanya suatu tindakan sosial yang diambil berdasarkan pilihan
bukan dari kebiasaan atau tradisi, mempunyai sistem perekonomian masyarakat
yang berorientasi terhadap efisiensi untuk memelihara pertumbuhan, berkurangnya suatu hubungan antar individu dikarenakan masyarakat lebih cenderung untuk hidup individualis, mampu untuk berpikir ilmiah dan memiliki tingkat organisasi yang tinggi terutama dalam disiplin terhadap diri sendiri, memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang sudah bersifat merata dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), serta mempunyai bahasa, suku, dan budaya yang berbeda-beda atau biasa disebut dengan masyarakat heterogen yakni masyarakat yang beragam atau bervariasi.
Masuknya nilai-nilai barat atau budaya-budaya barat di Indonesia seiring
dengan arus globalisasi yang tidak bisa kita hindari, karena ketika suatu negara
menolak ataupun menghindarinya, maka yang terjadi negara tersebut akan
mengalami kesulitan dalam proses hubungan sosial dengan negara lain, atau dapat
dikatakan mengucilkan diri dari masyarakat global. Menurut Huntington, istilah
modernisasi merupakan istilah yang bermakna berlawanan dengan istilah
tradisional, modernisasi juga dapat dikatakan sebagai perubahan dari masyarakat
yang sebelumnya tradisional (pramodern) menjadi masyarakat yang lebih modern.
Berdasarkan pendapat diatas, modernisasi merupakan suatu poses perubahan
ketika masyarakat yang sedang berusaha memperbaharui dirinya untuk
mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik seperti masyarakat modern. Di negara
Indonesia proses transformasi dalam berbagai macam aspek kehidupan
masyarakat mengalami perubahan yang lebih maju dan meningkat. Hal ini senada
dengan definisi modernisasi menurut Abdul syam. Sehingga, modernisasi
merupakan ancaman bagi budaya lokal dalam mencitrakan lokalitas khas daerah.
Kita merupakan generasi penerus bangsa. Kita pula yang akan mewarisi
budaya-budaya yang tercipta di sekitar kita. Sudah menjadi kewajiban bagi
masing_masing individu untuk memiliki kesadaran dan memaknai warisan
budaya sendiri dengan memahami nilai-nilai, serta melestarikan budaya lokal
yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya serta
tidak miliki oleh bangsa asing manapun. Oleh karena itu, dalam menghadapi arus
globalisasi yang memudahkan manusia dalam menjalankan kehidupan, harus
disertai dengan adanya usaha tetap menyeimbangkan eksistensi budaya lokal agar
tetap bertahan. Maka, sebagai generasi muda yang diharapkan sebagai agent of
changes dan agent of conversation tidak boleh apatis terhadap budaya lokal dan
juga tidak boleh tertutup dari budaya luar atau budaya asing, sebagaimana yang
terdapat di dalam kaidah fikih "al muhafazhah ala al qadim al-shalih wal al-akhzu
bil jadidi al-ashlah", bahwa melestarikan kebaikan yang ada dan mengambil sesuatu yang baru itu jauh lebih baik. Akan tetapi, kembali ke akar budaya bangsa
sendiri merupakan tindakan cerdas yang jauh lebih baik. Sehingga, melestarikan
budaya lokal menjadi tugas dan tanggung jawab semua warna negara Indonesia
khususnya bagi generasi pemuda dengan menggunakan metode thinking out of the
box yaitu berpikir melampaui batasan diri agar menghasilkan ide yang inovatif
dan variatif yang mampu mendorong terjadinya transformasi maupun modernisasi
bangsa Indonesia ke arah yang jauh lebih baik melalui efektifitas, perbaikan dan
pengembangan agar budaya luar atau budaya asing tidak semakin menjalar di
kehidupan bangsa Indonesia.
Sangatlah penting dalam menghadapi perkembangan di era modernisasi, dibutuhkannya strategi menghadapi globalisasi budaya asing, yaitu :
- Upaya pembangunan terhadap jati diri bangsa Indonesia sebagai nilai identitas masyarakat yang harus dibangun secara kokoh serta diinternalisasikan secara mendalam melalui penanaman nilai-nilai budaya lokal.
- Pemahaman atas falsafah budaya yakni Pancasila yang merupakan dasar filsafat bangsa yang mampu menunjukkan nilai-nilai esensial yang berbentuk kebudayaan dari perwujudan pribadi masyarakat Indonesia.
- Memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjalani hidup yang lebih percaya diri agar dapat mempunyai inisiatif, inovatif, dan kreatifitas dalam mencapai efektivitas dan efisiensi guna melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal.
komunitas literasi bahasa Indonesia, 2) Menulis karangan tentang budaya lokal, 3)
Mengubah kosa kata bahasa asing ke bahasa Indonesia, dan 4) Mengenalkan
bahasa Indonesia di kancah internasional.
- Membuat komunitas literasi bahasa Indonesia. Hal terpenting dalam menumbuhkan suatu kebiasaan agar semakin dicintai adalah menciptakan lingkungan yang sesuai. Dalam meningkatkan kecintaan bahasa Indonesia, masyarakat perlu membentuk suatu wadah literasi bahasa Indonesia sebagai bentuk promosi budaya dan juga meningkatkan minat literasi agar senantiasa melestarikannya melalui komunitas ini.
- Menulis karangan tentang budaya lokal. Setelah memiliki komunitas literasi, cara lain merawat budaya adalah memperbanyak karya dalam bentuk tulisan baik berupa cerita, esai, artikel, bahkan quotes yang tersebar di sosial media. Pemanfaatan sosial media pun sangat berpengaruh besar dalam membuat kampanye “Merawat Budaya Lokal”. Semakin banyak karya yang ditulis, maka semakin meningkat peminat budaya lokal melalui sastra.
- Mengubah kosa kata bahasa asing ke bahasa Indonesia. Saat ini, budaya asing sudah masuk ke Indonesia dan sudah menjamur di setiap wilayah. Selain hiburan dan budaya, bahasa pun turut terpengaruh. Contohnya bahasa inggris dan bahasa korea. Pada setiap kemasan, iklan, hingga bahasa sehari-hari masyarakat tidak pernah lepas dari kosa kata asing tersebut. Masyarakat lebih suka menyebut drive-through, scan, annyeonghaseyo, kiyowo, ketimbang mengatakan lantatur, pindai, halo, lucu.
Upaya yang harus dilakukan generasi saat ini adalah mencoba mengembalikan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau tidak mencoba untuk mencampurkan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Masyarakat perlu menggunakan bahasa asing di saat waktu tertentu saja seperti pidato di hadapan orang luar, lomba, berdiplomasi dengan orang luar, atau belajar bahasa asing untuk keperluan pekerjaan. Sedangkan bahasa Indonesia digunakan saat berkomunikasi antar sesama masyarakat Indonesia, kegiatan pendidikan, dan lain-lain. Hal tersebut juga dapat meningkatkan bahasa lokal. - Mengenalkan budaya di kancah internasional. Alasan mengapa budaya lokal perlu dikenalkan ke kancah internasional adalah sudah saatnya generasi bangsa mulai bersaing dalam mempromosikan budaya negaranya masing-masing, salah-satunya melalui konten budaya ataupun seni yang ada di daerahnya. selain itu, mengenalkan budaya lokal juga dapat menimbulkan rasa cinta dan bangga bahwasanya budaya yang kita miliki adalah budaya yang dapat mempersatukan semua bangsa dari sabang sampai merauke dan juga dapat menjadi suatu kebanggaan apabila budaya lokal dapat diminati dikancah internasional.
Kesimpulan
Pada era modernisasi, budaya-budaya tradisional semakin luntur dengan
keberadaan budaya asing seiring dengan masifnya arus globalisasi. Fenomena ini,
tidak bisa kita hindari, karena ingin ataupun tidak ingin, suka maupun tidak suka,
kita harus bisa menerima sebuah kenyataan ini. Proses modernisasi yang relatif
dan sangat luas, memberikan berbagai dampak terhadap negara Indonesia.
Dampak positifnya seperti adanya transfer teknologi yang dapat menunjang
kemajuan pembangunan di negara Indonesia. Adapun dampak negatifnya, yaitu
kesenjangan sosial ekonomi, lebih bersikap individualistik karena masyarakat
merasa telah dimudahkan dengan adanya teknologi-teknologi yang maju yang
membuat persepsi bahwa masyarakat tidak membutuhkan orang lain lagi, serta
banyaknya masyarakat yang mengakses budaya-budaya barat tanpa adanya
filterisasi, sehingga budaya-budaya barat sangat mudah masuk ke negara
Indonesia yang pada akhirnya dapat meracuni generasi bangsa Indonesia dan
menghancurkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tantangan Gen Z dalam melestarikan bahasa nusantara ini adalah bagaimana
mengemas bahasa Indonesia menjadi bahasa yang diminati nomor satu. Dengan
keadaan yang serba canggih akan teknologi, kalangan Gen Z ini hanya perlu
memanfaatkan sosial media dalam mempromosikannya. Selain itu, mengangkat
kembali budaya-budaya yang menjadi daya tarik tersendiri karena keunikannya.
Dengan demikian, setiap generasinya akan ada estafet penjaga keaslian budaya
yang dikemas mengikuti zamannya.
Daftar Pustaka
Bunga, Adila Mewangi, “Pengaruh Literasi Digital Terhadap Keterampilan Sosial
dalam Pembelajaran IPS Pada Peserta Didik”, Jurnal Harmony Vol.5 No.1,
Mei 2020.
DN, Robby, Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi Terhadap
Eksistensi Budaya Lokal (Effect Of The Development Of Communication
Information Technology On Local Cultural Existence), (Universitas
Muhammadiyah Ponorogo, 2017).
E, Nita, Pengaruh Modernisasi Terhadap Tradisi Beragama Masyarakat Islam
Desa Karang Anyar Lampung Selatan (Doctoral dissertation, UIN Raden
Intan Lampung, 2020).
Martono, Sosiologi perubahan sosial: Perspektif klasik, modern, posmodern, dan
poskolonial, (RajaGrafindo Persada Jakarta, 2012).
M, Ambrosius Loho Mfil (2019), Melacak Akar Filosofi Budaya Bangsa (TribunManado.co.id), diakses pada 18 Januari 2024 https://manado.tribunnews.com/2019/08/22/melacak-akar-filosofi-budaya-bangsa
Nur, Hasanah, (2013), Hedonisme di Kalangan Masyarakat Indonesia (kompasiana.com), diakses pada 18 Januari 2024 https://www.kompasiana.comnasir01/5529c4986ea8341011552d2e/hedonisme-di-kalangan-masyarakat-indonesia
Rif’atul, KM, Eksistensi Budaya Lokal Di Era Millenial (Study Kasus Bahasa
Korea di Masyarakat Cia-cia), (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2020).
Sri, Suneki, “Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah”, Jurnal
Ilmiah CIVIS (IKIP PGRI Semarang, 2012).
Suryanti, Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya Lokal di Area Global,
(Yogyakarta: Bappeda Provinsi DIY, 2007).
Syani, Abdul, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta : PT. Bumi.
Aksara, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar